Wawancara dengan Bapak Krisnandi, Staf Khusus Menteri bidang Akuntabilitas, Pengawasan dan Reformasi Birokrasi
Modus tidak hanya dapat dimaknai sebagai cara untuk mendapatkan nomor telepon seseorang yang disuka. Modus juga dapat diartikan cara yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan keuntungan pribadi maupun kelompok. Seperti halnya yang diungkapkan oleh Staf Khusus Menteri bidang Akuntabilitas, Pengawasan dan Reformasi Birokrasi, Bapak Krisnandi. Kepada tim redaksi, ia menjelaskan beberapa modus yang kerap dilakukan Aparatur Sipil Negara (ASN) dan berpotensi sebagai tindak pidana korupsi di Kementerian maupun Lembaga. Mulai dari kelebihan pembayaran, mark up harga hingga rekayasa perjalanan dinas. Tidak sampai di situ, beliau juga memberikan langkah dan strategi yang dapat dilakukan untuk mencegah hal-hal tersebut terjadi. Berikut kutipan wawancara tim redaksi dengan Bapak Krisnandi ;
Apakah Bapak bisa sedikit bercerita tentang pengalaman Bapak menangani kasus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang banyak terjadi di Kementerian/Lembaga sebelum bergabung di Kemenparekraf? Modusnya apa saja?
Jawaban:
Dapat saya jelaskan pengalaman dalam menangani perkara dugaan tindak pidana korupsi di kementerian / Lembaga :
- Dalam pengadaan barang dan jasa di kementerian / Lembaga modus yang paling banyak ditemukan adalah pada pengadaan barang dengan modus barang yang diserahterimakan tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan dalam dokumen kontrak sehingga terjadi kelebihan pembayaran.
- Dalam pengadaan barang dan jasa di kementerian / Lembaga modus berikutnya yaitu PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) tidak melakukan survey harga ketika akan membuat HPS sehingga terjadi kemahalan harga (Mark Up).karena harga mengikuti HPS yang dibuat oleh calon rekanan atau pihak ketiga.
- Dalam perjalanan dinas terjadi pertanggungjawaban yang direkayasa, seolah-olah mengadakan perjalanan dinas sedangkan tugas tersebut tidak dilaksanakan.
Apa yang perlu diperhatikan oleh pejabat maupun staf di kementerian/Lembaga agar terhindar dari tindak pidana korupsi?
Jawaban:
- Yang perlu diperhatikan adalah seluruh pejabat maupun staf harus punya integritas yang tinggi serta mendukung upaya pemberantasan korupsi, dan adanya pengawasan serta control dari pimpinan maupun pejabat unsur pengawasan secara kontinyu ( terus menerus).
- Tidak adanya kewajiban dari bawahan atau staf terhadap pimpinan dalam bentuk fee (setoran) dari hasil pengadaan.
- Memberikan keuntungan terhadap calon penyedia yang dituangkan dalan HPS tidak melebihi dari 10 % dari nilai HPS.
- Menghindari ketemu baik langsung maupun tidak langsung dengan calon penyedia.
Strategi/Langkah-langkah apa yang telah dilakukan sebagai upaya pencegahan tipikor di lingkungan Kemenparekraf?
Jawaban:
- Menghindari praktek KKN
- Mengumumkan anggaran secara tranparan supaya dapat diketahui atau diakses oleh semua lapisan.
- Melaksanakan seluruh kegiatan sesuai prosedur / ketentuan yang berlaku.
- Adakan pengawas secara rutin dari satuan pengawas internal.
- Tindak sekecil apapun pelanggaran atau penyimpangan yang dilakukan oleh pejabat atau pegawai yang melakukan penyimpangan secara professional.
- Setiap Tindakan terhadap pejabat atau pegawai yang telah diberi sangsi agar dipublikasikan untuk diketahui public supaya efek jera terhadap yang bersangkutan dan tidak ditiru oleh yang lain.
Dalam konteks pengadaan barang dan jasa, apa yang bisa dilakukan untuk memitigasi risiko korupsi?
Jawaban:
Dalam memitigasi resiko korupsi tidak menugaskan pejabat atau pegawai yang telah diketahui kredibilitas dan integritasnya atau prilaku yang kurang mendukung terhadap pencegahan korupsi. Kemudian, tidak menugaskan pegawai atau staf yang tidak memiliki kapasitas dan pengalaman dalam bidangnya (tidak kompeten).
Langkah apa yang dapat dilakukan untuk meminimalisir conflict of interest?
Jawaban:
Konflik kepentingan dapat mendorong seorang Pejabat mengalami kondisi dimana pertimbangan pribadi mempengaruhi, mendominasi, bahkan menyingkirkan profesionalitasnya dalam mengemban tugas. Pertimbangan pribadi tersebut dapat berasal dari kepentingan pribadi sendiri, kerabat atau kelompok yang kemudian mendesak atau mereduksi gagasan-gagasannya sehingga keputusannya menyimpang dan berimplikasi buruk pada kementerian / Lembaga tersebut.
Untuk itu maka pejabat atau pegawai yang ditugaskan harus menghindari konflik kepentingan saudara atau keluarga (pertalian sedarah horizontal-vertikal), pertalian perkawanan (termasuk rekan sejawat), organisasi (termasuk alumni) dan pimpinan kementerian / lembaga.
Terkait system pengaduan internal atau whistle blowing system yang telah diterapkan di banyak kementerian dan Lembaga, menurut bapak apakah sudah cukup efektif? Dan mohon tanggapan Bapak terkait system WBS yang akan diterapkan juga di kemenparekraf.
Jawaban:
Menurut kami whistle blowing system sudah cukup tapi masih perlu ditingkatkan. Pertama, menanggapi pengaduan tersebut harus dibatasi waktu maksimal 7 hari kerja sudah harus sudah ditinjak lanjuti oleh Tim WBS dan hasilnya diberitahukan yang mengadukan apabila identitas pelapornya jelas. Selanjutnya, peningkatan layanan WBS dari kotak saran ditambah dengan online. Setelah itu ada rekapitulasi secara berkala, setiap bulan misalnya dan daftar penanganannya seperti apa. Terakhir, adanya monitoring dan evaluasi dari penanganan WBS-nya.
sumber: Buletin Auditorial Vol 4 Tahun 2021