Oleh: Andres (Auditor Muda)
Mendengar kata “integritas”, penulis ingin mendahuluinya dengan sebuah pertanyaan. Apakah masih ada sosok yang jujur, bersih, idealis, bersikap obyektif serta memiliki konsistensi antara perkataan dengan perbuatan? Dewasa ini, akan terasa sangat sulit menemukan sosok yang secara umum diharapkan oleh seluruh masyarakat Indonesia. Tetapi, penulis meyakini bahwa masih ada sosok yang bersikap jujur, konsisten antara ucapan dan perbuatan, tidak menghalalkan segala cara, dan nilai-nilai luhur lainnya. Hanya saja, saat ini kita dihadapkan pada persoalan sistem dengan istilah “lingkaran setan” yang membuat sosok tersebut terkadang tidak nampak dipermukaan dan terbungkam oleh keadaan.
Sudah sering kita dengar melalui seluruh media yang ada, berita-berita tentang penangkapan terkait Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) para pejabat, pimpinan, pegawai dan orang-orang yang memiliki kekuasaan maupun kewenangan dalam mengelola uang rakyat. Ada banyak penyebab kasus tersebut terjadi, satu diantaranya ialah penerapan dan perwujudan nilai integritas yang masih rendah. Integritas bukan hanya sebuah semboyan atau pemanis retorika dan juga bukan sebagai kata pelengkap komponen nilai - nilai sebuah organisasi. Integritas merupakan suatu perbuatan atau tindakan nyata yang harus dipahami dan ditanamkan dalam diri kita, dan seluruh jajaran. Integritas dapat menjadi penyaring atau filter untuk menghindar dari perbuatan tercela yang dapat merugikan diri sendiri, mencoreng nama baik dan martabat institusi. Integritas merupakan tindakan dan karakter mulia yang mengandung kredibilitas dan norma untuk mencegah seseorang dari perbuatan melanggar norma dan hukum.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Integritas (Integrity) diartikan sebagai mutu, sifat atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan dan kejujuran. Sedangkan menurut Stephen R.Covey membedakan antara kejujuran dan integritas “honesty is telling the truth, in other word, conforming our words reality-integrity is conforming to our words, in other words, keeping promises and ful-filling expectations.” Kejujuran berarti menyampaikan kebenaran, ucapannya sesuai dengan kenyataan. Sedang integritas membuktikan tindakannya sesuai dengan ucapannya. Orang yang memiliki integritas dan kejujuran adalah orang yang merdeka. Mereka menunjukan keautentikan dirinya sebagai orang yang bertanggung jawab dan berdedikasi.
Kamus Oxford menghubungkan pengertian tersebut dengan kepribadian seseorang yang jujur dan utuh, sehingga banyak yang menyamakan integritas dengan keunggulan moral, etika, bahkan dengan sebuah jati diri. Serta dalam keyakinan yang kita miliki, tertanamnya nilai tersebut akan tercermin dalam perbuatan kita sehari-hari. Bahwa kita dituntut dan diajarkan untuk selalu menjunjung nilai-nilai kebenaran jika kita ingin “selamat” dunia-akherat. Demikian ungkapan yang dapat diartikan sebagai integritas. Dengan kata lain, mereka yang memiliki integritas, lazimnya memiliki hati nurani yang bersih, mempunyai prinsip moral yang tangguh, adil serta jujur dan tidak takut kepada siapapun kecuali Tuhan (Eko B. Supriyanto, 2006:140).
Menilik dari makna dan pengaruhnya yang begitu besar terhadap sebuah organisasi, maka pertanyaan berikutnya adalah mengapa integritas begitu amat penting terutama bagi para pemimpin dalam melaksanakan fungsinya? Jawaban sederhana penulis adalah sebagai pribadi yang mempunyai kekuasaan dan otorisasi dalam mejalankan roda organisasi, berhasil tidaknya organisasi tentu sangat terkait kepada tindakan dan perilaku seorang pimpinan tersebut. Alasannya, seorang pemimpin memiliki power atau kekuasaan serta kewenangan yang akan menentukan akhir dari keputusan yang diambil demi kepentingan organisasi maupun masyarakat secara luas.
Pada pemimpin, nilai-nilai integritas tidak dapat dikesampingkan dengan alasan apapun. Pemimpin pada hakikatnya, akan menjadi contoh bagi anggota organisasi lainnya. Berjalan atau tidaknya organisasi sebagaimana yang dijadikan tujuan awal, akan sangat bergantung dari sejauh mana integritas mereka menjadi landasan di setiap kegiatan. Sehingga dapat dikatakan, bahwa tanpa menjunjung tinggi nilai integritas dan mengimplementasikannya, tata kelola organisasi akan sangat berbahaya karena tidak didukung oleh kondisi yang seharusnya berpijak sesuai norma dan ketentuan yang ada.
Disamping itu, integritas juga berhubungan erat dengan dedikasi serta upaya-upaya yang dilakukan untuk mencapai sebuah tujuan. Maka dari itu seseorang yang berintegritas tidak mudah melakukan hal-hal yang akan berakibat kepada penyalahgunaan wewenang, melanggar aturan-aturan yang ada serta menghalalkan segala cara dan tindakan untuk mencapai tujuan. Seorang yang berintegritas akan lebih menyukai proses yang benar untuk menghasilkan sesuatu yang sesuai dengan cita-cita organisasi.
Perlu Konsistensi
Mengacu pada implementasi sebuah nilai integritas, meski dalam keadaan yang sulit, tidak menyurutkan bagi para pemimpin maupun aktor lain untuk menegasikan hal tersebut. Aparatur sipil negara, misalnya, meski berada di kondisi serba terbatas, cara mereka bertindak harus mencerminkan perwujudan dari integritas yang mereka miliki. Hal ini dapat dilihat dari kesesuaian norma, baik norma agama, norma hukum, norma adat istiadat serta nilai-nilai etika perilaku dalam menjalankan komitmen, profesi dan kebijakan organisasi Dengan kata lain bahwa integritas tersebut harus dibuktikan baik melalui pernyataan kepada diri sendiri tentang komitmen untuk melaksanakan tugas, tanggungjawab serta kewewenangannya sesuai regulasi yang ada tentunya.
Kondisi birokrasi kita saat ini, memang masih belum seutuhnya memiliki sistem yang baik dan mumpuni. Terdapat beberapa orang yang sebenarnya memiliki hati nurani dan prinsip nilai integritas secara pribadi, tetapi harus terkalahkan dengan sistem yang memaksanya untuk melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan nilai dan prinsipnya. Dengan berbagai alasan, akhirnya mereka terpaksa atau minimal mendiamkan ketidakbenaran itu terjadi atau bahkan kondisi yang lebih ekstrim adalah orang-orang tersebut terkucilkan dari lingkungannya. Sehingga memang dibutuhkan kekuatan mental untuk tetap mempertahankan nilai integritas yang sudah terbangun dari awal. Selain itu, perlu juga dorongan dari orang-orang yang memiliki prinsip yang sama sehingga dapat menjadi kekuatan dalam organisasi dalam menegakkan kebenaran.
Sejatinya, sebagai aparatur sipil negara haruslah memiliki dan menegakkan nilai integritas, mengingat kita sebagai abdi negara yang memegang amanah rakyat dan digaji dari uang rakyat. Integritas semestinya menempati urutan pertama dalam nilai-nilai organisasi. Hal ini bukanlah suatu kebetulan, karena Integritas memang hal utama yang harus dimiliki oleh setiap orang baik pegawai maupun pimpinan. Intergritas tersebut harus memiliki makna bahwa dalam berpikir, berkata, berperilaku, dan bertindak baik pimpinan dan seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) harus melakukannya dengan baik dan benar serta selalu memegang teguh kode etik dan prinsip moral.
Kita perlu menyadari, bahwa nilai integritas sudah menjadi sebuah keharusan dan kebutuhan sebagai bentuk tanggung jawab moral kepada rakyat sebagai abdi negara. Bukan sekedar mewujudkan organisasi yang bernilai baik tetapi juga sebagai bentuk pertanggungjawaban atas amanah rakyat dan tanggung jawab kita kepada Tuhan Yang Maha Esa. Apabila nilai integritas tersebut sudah dapat diwujudkan, maka diperlukan konsistensi untuk terus dapat diterapkan di setiap generasi penerus bangsa. Dengan menerapkan konsistensi dari sebuah integritas, maka dalam jangka panjang akan membuat kepercayaan rakyat semakin meningkat, akuntabilitas terjaga, tujuan organisasi dapat diwujudkan secara baik dan semestinya untuk meningkatkan kesejahteraan dan kebahagiaan bagi seluruh rakyat.
sumber : Buletin Auditorial Vol 3 Tahun 2021